Peninggalan Kerajaan Kutai Berdasarkan Urutan Waktu

Kerajaan Kutai merupakan kerajaan Hindu tertua yang diketahui dalam sejarah Indonesia. Berdiri sekitar abad ke-4 Masehi di tepi Sungai Mahakam, Kalimantan Timur, Kutai menjadi tonggak awal berkembangnya peradaban Hindu di nusantara. Bukti-bukti keberadaan dan kejayaannya dapat ditelusuri melalui sejumlah peninggalan sejarah, baik berupa prasasti, arca, perhiasan, hingga benda budaya dari masa-masa setelahnya.

Artikel ini disusun berdasarkan perkiraan urutan waktu munculnya setiap peninggalan, dengan pendekatan sejarah yang mengacu pada bentuk, bahan, teknik pembuatan, fungsi budaya, dan konteks arkeologisnya. Urutan ini memberikan gambaran tentang perkembangan Kerajaan Kutai dari masa awal Hindu, melalui masa kejayaan, hingga ke era kesultanan dan pengaruh luar negeri.

1. Prasasti Yupa (Abad ke-4 Masehi)

Prasasti Yupa merupakan peninggalan tertua dari Kerajaan Kutai sekaligus bukti tertulis paling awal dalam sejarah Indonesia. Prasasti ini diperkirakan berasal dari sekitar abad ke-4 M, ditulis dalam bahasa Sanskerta dan huruf Pallawa pada batu yang disebut yupa, atau tugu peringatan.

Isi prasasti mencatat silsilah raja – Kudungga sebagai pendiri, Aswawarman sebagai putra, dan Mulawarman sebagai cucu. Prasasti juga menyinggung persembahan 20.000 ekor sapi kepada para brahmana oleh Raja Mulawarman, menunjukkan tradisi keagamaan Hindu yang kuat serta tingkat kemakmuran kerajaan pada saat itu.

2. Arca Bulus (Periode Hindu Awal)

Arca berbentuk kura-kura ini ditemukan di Goa Gunung Kombeng. Meskipun tanggal pasti pembuatannya belum diketahui, arca ini diyakini berasal dari masa Hindu awal, mengingat simbolisme kura-kura yang lekat dalam kosmologi Hindu—terutama sebagai lambang kestabilan dunia dalam mitologi Dewa Wisnu.

Penggunaan batu sebagai bahan serta lokasi penemuannya yang berdekatan dengan situs-situs pemujaan menandakan bahwa arca ini memiliki makna religius dan erat kaitannya dengan praktik keagamaan pada masa awal kerajaan.

3. Kura-Kura Emas (Periode Hindu Awal)

Artefak berbentuk kura-kura dari emas ini menguatkan temuan simbolik seperti Arca Bulus. Bentuk kura-kura kerap diidentifikasi sebagai kendaraan dewa dalam mitologi Hindu. Keberadaan benda ini menunjukkan bahwa kepercayaan terhadap simbol-simbol spiritual telah berkembang sejak awal peradaban Kutai, dan emas sebagai bahan utamanya juga menandakan kemajuan dalam pengolahan logam.

4. Arca Buddha Perunggu (Abad ke-5 hingga ke-7 M)

Meskipun Kerajaan Kutai dikenal sebagai kerajaan Hindu, penemuan arca Buddha dari perunggu dengan gaya Amarawati (India Selatan) menunjukkan adanya kontak budaya yang luas. Arca ini memperlihatkan pengaruh India baik dalam seni maupun keagamaan, serta menandakan bahwa pada masa itu sudah terjadi interaksi antara dua aliran besar: Hindu dan Buddha.

Bentuk dan detail arca ini juga memberikan informasi mengenai teknik pengecoran logam yang sudah maju di Kutai.

5. Kalung Uncal (Abad ke-8 hingga ke-10 M)

Kalung emas ini diperkirakan berasal dari periode Hindu-Buddha lanjutan, sekitar abad ke-8 hingga ke-10 M. Gaya pembuatannya, desain rumit, dan penggunaan emas sebagai bahan utama mencerminkan perkembangan teknologi perhiasan sekaligus meningkatnya kelas sosial di masyarakat Kutai.

Kalung ini juga memperlihatkan estetika tinggi dan kemungkinan digunakan oleh golongan bangsawan atau keluarga kerajaan.

6. Kalung Ciwa (Periode Hindu-Buddha Lanjut)

Nama “Ciwa” (Siwa) pada kalung ini menandakan keterkaitan langsung dengan kepercayaan Hindu yang dianut di Kerajaan Kutai. Kalung ini ditemukan di sekitar Danau Lipan dan dihiasi dengan berbagai ornamen emas, mencerminkan kemajuan pengrajin logam lokal serta tingginya nilai simbolik perhiasan pada masa itu.

7. Tali Juwita (Transisi Hindu ke Islam)

Tali Juwita merupakan artefak upacara yang dirangkai dari emas, perak, dan perunggu, dengan hiasan permata. Benda ini digunakan dalam upacara Bepelas – prosesi penobatan sultan – dan menandai masa transisi dari kerajaan Hindu menuju kesultanan Islam. Bentuk dan bahan yang digunakan menunjukkan kekayaan simbolik dan pengaruh budaya dari berbagai periode.

8. Pedang Sultan Kutai (Masa Kesultanan, Abad ke-15–17)

Pedang ini adalah pusaka yang digunakan dalam upacara penobatan dan upacara resmi lainnya. Hiasannya yang mewah serta kualitas besi yang tinggi menunjukkan bahwa senjata tidak hanya memiliki fungsi praktis, tetapi juga simbolik sebagai tanda kekuasaan dan kedaulatan.

Kemunculannya diperkirakan sejak masa awal Islamisasi Kutai, menjelang berdirinya Kesultanan Kutai Kartanegara.

9. Keris Bukit Kang (Masa Kesultanan, Abad ke-16–18)

Keris sebagai senjata khas budaya Melayu berkembang pesat di masa Islam. Keris Bukit Kang memiliki bilah berlekuk dan ukiran artistik, serta dipercaya memiliki kekuatan spiritual. Penggunaannya tidak hanya sebagai senjata, tetapi juga sebagai warisan leluhur yang sarat makna.

10. Ketopong Sultan (Masa Kesultanan)

Ketopong adalah mahkota emas dengan permata yang digunakan sultan dalam upacara resmi. Keberadaannya mencerminkan struktur hierarkis kerajaan dan estetika bangsawan Islam pada masa itu. Benda ini adalah representasi visual dari kekuasaan, sekaligus penanda status dalam sistem monarki Kutai.

11. Singgasana Sultan (Masa Kesultanan)

Singgasana atau kursi kerajaan merupakan pusat simbolis kekuasaan. Terbuat dari kayu dan dihias dengan ukiran, singgasana ini digunakan dalam berbagai upacara resmi dan menjadi lambang posisi tertinggi dalam struktur pemerintahan Kesultanan Kutai.

12. Kelambu Kuning (Masa Kesultanan)

Kelambu ini berwarna kuning keemasan dan sering dipasang di kamar sultan atau ruang upacara. Warna kuning merupakan simbol kemuliaan dalam tradisi kerajaan. Kain ini juga diyakini memiliki fungsi spiritual sebagai pelindung dari roh jahat.

13. Gamelan Gajah Prawoto (Masa Kesultanan – Kolonial Awal)

Gamelan ini digunakan dalam berbagai upacara kerajaan dan pertunjukan istana. Meski berasal dari Kutai, gamelan ini menunjukkan pengaruh budaya Jawa yang menyebar melalui interaksi antar kerajaan di nusantara. Alat musik ini menunjukkan bagaimana seni pertunjukan menjadi bagian integral dari kehidupan istana.

14. Meriam Kutai (Abad ke-17–19)

Meriam ini menunjukkan hubungan dagang dan militer antara Kutai dan bangsa Eropa, terutama Belanda dan Portugis. Digunakan dalam upacara dan pertahanan, meriam dari perunggu ini memperlihatkan penguasaan teknologi metalurgi serta kebutuhan akan perlindungan dalam konteks geopolitik yang mulai berubah.

15. Keramik Tiongkok Kuno (Abad ke-14–19)

Keramik ini ditemukan di sepanjang aliran Sungai Mahakam dan berasal dari berbagai dinasti di Tiongkok, seperti Dinasti Ming dan Qing. Benda-benda seperti mangkuk, vas, dan piring ini membuktikan adanya hubungan dagang aktif antara Kerajaan Kutai dan pedagang Tiongkok. Peninggalan ini menjadi bukti keterlibatan Kutai dalam jaringan perdagangan maritim Asia Tenggara.

Peninggalan-peninggalan dari Kerajaan Kutai bukan hanya bukti materi dari masa lalu, tetapi juga cermin dari perkembangan budaya, agama, teknologi, dan sistem kekuasaan selama lebih dari seribu tahun. Dari prasasti Yupa yang menjadi penanda awal sejarah Indonesia, hingga keramik asing yang menunjukkan keterlibatan Kutai dalam perdagangan global, seluruh temuan ini memperkaya pemahaman kita tentang bagaimana masyarakat Kutai membentuk identitasnya seiring waktu.

Mempelajari peninggalan ini bukan hanya soal mengenal benda bersejarah, tetapi memahami narasi besar tentang asal-usul bangsa dan akar kebudayaan Indonesia.

Tinggalkan komentar